Rabu, 21 Oktober 2009

Evaluasi

“Seorang mu’min tidak akan terjatuh dalam lubang yang sama dua kali”, tapi anehnya, selama pengalaman kami di lembaga da’wah, kita selalu terjatuh pada lubang yang sama, bahkan bukan cuma dua kali. Maka tentu saja hal ini menimbulkan pertanyaan besar, kenapa ?

Jawabnya sederhana, karena setelah kita jatuh, kita segera lupa kalau kita baru saja jatuh, kemudian kembali berjalan tanpa mencari tahu kenapa bisa jatuh. Akhirnya ketika kita melewati jalan yang sama, lagi-lagi kita jatuh, dan jatuh dan jatuh lagi dan lagi dan lagi (jadi ingat Patricknya SpongeBob). Hal ini menggelikan, tapi karena kita –afwan- terlalu bodoh, ya… tidak terasa.

Ikhwah fillah, para shahabat Rasulullah bukannya manusia-manusia yang tidak pernah melakukan kesalahan, bukan tidak pernah jatuh, tapi mereka menjadi istimewa karena setiap kali melakukan kesalahan, mereka adalah orang yang paling cepat kembali kepada kebaikan. Keadaan yang seperti itu memerlukan sebuah kesadaran untuk menyadari kesalahan, yaitu muhasabah yang dalam bahasa manajemen disebut evaluasi.

Evaluasi menjadi vital karena kerja-kerja lembaga da’wah adalah kerja yang terus menerus dan saling sambung menyambung. Dalam menjalaninya, perbaikan demi perbaikan harus terus-menerus dilakukan untuk mencapai kesempurnaan, atau paling tidak ke-optimalan. Untuk memperbaiki, tentu saja kita harus tahu apa yang rusak, apa yang salah, dan evaluasi mengambil bagian dalam proses ini.

Evaluasi juga memungkinkan mencari tahu faktor-faktor pendukung keberhasilan atau kekuatan dari kebijakan sebelumnya, karena tidak ada kegagalan yang sempurna gagal. Selalu ada bagian walaupun kecil yang mendukung kesuksesan hanya saja dia terdominasi oleh bagian lain yang mendukung kegagalan. Ini penting agar kita tidak salah memperbaiki bagian yang sudah baik, karena biasanya mengotak-atik bagian yang baik justru membuatnya jadi rusak.

Nah, bagaimana melakukan evaluasi dimulai bahkan sejak perumusan kebijakan dengan mengajukan pertanyaan yang sama “bagaimana melakukan evaluasi ?”, bagaimana kita akan mengevaluasi kebijakan ini.

Satu kaidah yang penting adalah akuntable (terukur), pastikan bahwa kebijakan yang kita hasilkan bisa terukur tingkat keberhasilannya. Bagaimana mengukur tingkat keberhasilan ? tentu saja dengan menetapkan parameter-parameter keberhasilan. Aneh juga, beberapa kali kita mungkin tidak bisa menyimpulkan apakah kebijakan kita berhasil atau gagal. Misal apakah kajian pekanan kita dikatakan berhasil atau gagal, karena kita tidak tahu yang dinamakan berhasil itu seperti apa dan yang dinamakan gagal itu seperti apa.


diambil dari blog milik pak yulian.
baca artikel lain selengkapnya di: yuliananindito.wordpress.com

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda